Jumat, 26 Desember 2008

Riset Arsitektur Tradisional Suku Mee

Oleh: Markus You

NABIRE – Yunus Yeimo, seorang mahasiswa Teknik Arsitektur di Fakultas Teknik Universitas Kristen Duta Wacana (UKDW) Yogyakarta, beberapa waktu lalu telah melakukan riset yang berkaitan dengan asitektur tradisional (vernakular). Hasil penelitian atau riset tersebut diberi judul ”Studi Tipologi dan Kearifan Arsitektur Tradisional Suku Mee di Papua”.
Keinginan melakukan riset tersebut, kata Yunus, dilatarbelakangi oleh nilai-nilai luhur yang terkandung dalam arsitektur tradisional itu sendiri. Arsitektur tradisional adalah suatu kebudayaan yang bertumbuh dan berkembang bersama dengan pertumbuhan dan perkembangan suatu suku atau bangsa.
“Dalam arsitektur tradisional Suku Mee, terkandung secara terpadu wujud ideologi orang Mee bahwa seorang laki-laki yang telah menikah, dan tidak punya rumah itu sama hal dengan tidak memiliki segala sesuatu. Intinya, arsitektur tradisional merupakan cermin budaya leluhur,” tuturnya.
Sekedar diketahui, suku Mee berasal dari Kabupaten Paniai, di kawasan Pegunungan Tengah Papua. Suku ini, dari hasil penelitian yang ada, termasuk suku terbesar, setelah suku Dani. Kemudian disusul suku Biak, suku Sentani (Jayapura) dan Ayamaru (Sorong). Setelah dimekarkan tahun 1997, sebagian orang Mee bergabung dengan Kabupaten Nabire. Ada pula yang urban ke Kabupaten Timika, Wamena, Biak, Sorong , Jayapura, Merauke dan beberapa kabupaten lain di Tanah Papua.

Dengan penelitian tersebut, Yunus mencoba mengangkat vernakular dalam kaitannya dengan nilai-nilai hakiki adat dan budaya Orang Mee. “Selain itu, saya mencoba membuka cakrawala berpikir, terutama betapa pentingnya wawasan kebudayaan, khususnya dunia pendidikan di tanah air dalam mata kuliah Sejarah Arsitektur bagi perguruan tinggi, juga pelajaran muatan lokal untuk sekolah menengah, khususnya bagi generasi suku Mee di Tanah Papua,” tandasnya.
Riset tersebut berisi latar belakang, tujuan dan manfaat, gambaran umum kabupaten Paniai, metode penelitian, tipologi bangunan tradisional yang meliputi arsitektur rumah tradisional, arsitektur pagar tradisional, dan arsitektur jembatan tradisional.
Disebutkannya, tipologi bangunan tradisional itu terdiri dari tiga bagian. Pertama, tipologi arsitektur rumah tradisional, diantaranya Yameewa (rumah tinggal laki-laki), Yagamowa (rumah tinggal perempuan), Tii-daa bega owa (rumah honai), Yuwowa (rumah pesta adat), Dabaawa (rumah pondok), Ekinawa (kandang babi), dan Bedo owa (kandang ayam).
Kedua, Tipologi arsitektur pagar tradisional, diantaranya Wee eda (pagar yang ditanam secara vertikal), Petu eda (pagar yang ditanam secara horizontal), dan Tegee eda (pagar tiang).
Ketiga, tipologi arsitektur jembatan tradisional, yakni Goo koto (jembatan gantung), Koma koto (jembatan model perahu), Tegee koto (jembatan tiang), dan Piyauti koto (jembatan darurat).
Menurut Yunus, hasil studi survei itu dimaksudkan untuk memberikan gambaran tentang kapan dan di mana arsitektur tradisional suku Mee berada, dan sedang menuju kemana jati diri dan identitas budaya suku Mee.
“Tujuan penelitian ini juga sebagai salah satu upaya mendokumentasikan dan mempublikasikan arsitektur tradisional suku Mee yang telah dan saat ini ada. Tapi kemungkinan suatu kelak akan terabaikan, sehingga ada baiknya didokumentasikan saat ini,” tutur Yeimo.
Menariknya, hasil penelitian tersebut sempat diikutkan pada Pekan Ilmiah Mahasiswa Nasional (PIMNAS) XX di Universitas Lampung, 17-22 Juli 2007 lalu.
“Setelah saya melakukan presentasi di kampus dan di beberapa tempat, maka banyak pihak yang tertarik terhadap hasil penelitian studi survey itu,” kata Yunus Yeimo.
Yunus saat ini berniat melakukan penelitian lebih lanjut, agar hasil risetnya benar-benar terdokumentasi secara monumental. Hanya saja terkendala dana. Oleh sebab itu, dirinya sangat berharap bantuan dari semua pihak agar mendukung kegiatan penelitiannya.

Sumber: http://www.wikimu.com/www.yamewapapua.blogspot.com